Kampanye harusnya dimaknai sebagai upaya sosialisasi diri agar dikenal melalui pemaparan visi, misi, dan program yang akan dilakukan setelah partai politik (parpol) berkuasa. Dengan begitu, masyarakat dapat memahami alas an dirinya memilih calon dan partai tertentu. Sayangnya, belakangan kampanye tidak lebih hanya member kesan sebagai ajang show of force atau unjuk kekuatan saja.
Model kampanye rapat terbuka ini hanya ajang untuk kekuatan yang diharaka bisa diekspos media dengan kehadiran partisipasi dalam jumlah besar. Gaya kampanye rapat terbuka yang hingga kini masih diterapkan seluruh parpol peserta pemilu itu tidak banyak mempengaruhi peningkatan suara pemilih. Pasalnya, ada kecenderungan proses politi saat ini ditentukan persepsi pemilih atas partai.
Adapun masyarakat pemilih sebenarnya lebih suka dengan model kampanye door to door ketimbang dipengaruhi demonstrasi pengumpulan massa dalam jumlah besar. Apalagi belakangan muncul fenomena kampanye rapat terbuka yang digelar melalui proses mobilisasi. Artinya, kehadiran massa dalam rapat akbar itu tidak mencerminkan pendukung atau kader dari partai tertentu.
Bahkan ada kecenderungan mobilisasi massa dilakukan dengan berbayar. Jadi warga diharapkan dating dengan cara diberi bensin, voucher, dan kaus. Selain itu, kebanyakan massa yang dating juga hanya untuk menonton karena disuguhi hiburan. Disamping model kampanye terbuka tidak akan memberikan banyak pengaruh terhadap pemilih, pendidikan politik yang diharapkan pun tidak berjalan.
Karena itu, parpol dan caleg seharunya lebih banyak mengunjungi masyarakat pemilih dibandingkan dengan melakukan mobilisasi massa dalam jumlah besar disau tempat. Dalam kampanye terbuka hanya terjadi komunikasi satu arah. Parpol lebih banyak mengenalkan calon dan mengajak warga memilih. Berbeda dengan kampanye door to door. Mereka bisa mengenal masalah di masyarakat.
Kelemahan lain, kampanye terbuka tidak memberikan edukasi politik. Misalnya berbagai masalah yang muncul dalam kehidupan masyarakat tidak banyak terpublikasi dalam model kampanye terbuka seperti itu. Selain tida efektif memengaruhi pemilih serta tidak memberikan pendidikan politik terhadap pemilih, model kampanye terbuka juga menghabiskan biaya dalam jumlah besar.
Sementara disisi lain parpol dihadapkan pada fenomena sentiment antipartai yang sangat kuat ditengah masyarakat. Lalu ada pula kecenderungan penguatan angka pemilih golongan putih (golput). Karena itu, masa kampanye terbuka itu harus dijadikan momentum meyakinkan mereka atas pentingnya memberikan pilihan politiknya. Upaya itu perlu dilakukan dengan menyasar kelompok berpotensi golpot.
Namun, model kampanye rapat terbuka sulit menyasar kelompok sentiment antipartai yang jumlahnya relative besar. Saat ini saja jumlah pemilih yang belum menentukan pilihan mencapai 20-30%. Harusnya dengan model kampanye terbuka parpol bisa mendekati kelompok yang belum menentukan pilihan itu. Upaya itu penting untuk membangun kepercayaan baru terhadap partai politik.
Jumlah pemilih yang belum menentukan pilihan tersebut perlu menjadi pehatian khusus parpol dan caleg. Apalagi mereka sulit didekati dengan model kampanye rapat terbuka. Kelompok yang belum menentukan pilihan ini hanya bisa didekati dengan model kampanye door to door. Itu yang harusnya dilakukan parpol. Mereka tidak cukup hanya mengandalkan kampanye terbuka melalui rapat akbar.
Sumber : Koran Sindo,Selasa 1 April 2014
Sumber : Koran Sindo,Selasa 1 April 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar