Garfield hallooooooo!!!: Revisi UU Demi Ketahanan Pangan

Rabu, 02 April 2014

Revisi UU Demi Ketahanan Pangan

Tindak pidana memang tidak hanya terjadi karena dorongan niat, melainkan juga karena adanya kesempatan. Begitu pula didunia pangan, adanya kesempatan bisa jadi salah satu factor pemicu munculnya aneka ragam tindak pidana. Faktor utamanya tidak lain akibat lemahnya perundang-undangan yang mengatur masalah pangan, yang ttertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996.
Menurut Siswono Yudhohusdo, Anggota Komisi IV DPR-RI, undang-undang tersebut dipastikan sudah tidak cocok lagi dengan kebutuhan zaman sekarang. “Selain masih terlalu umum alias masih membahas hal-hal detil, undang-undang yang dibuat pada tahun 1996 tersebut juga cenderung sentralistis. Sedangkan sekarang situasinya berbeda, yaitu kita dituntut untuk lebih meningkatkan peran dan tanggung jawab pemerintah daerah.”
Belum lagi, sanksi pidana akibat pelanggaran terhadap undang-undang tersebut juga dipandang masih sangat ringan. Padahal di era globalisasi yang begitu pesat, ini menjadi krusial untuk bagaimana memperketat masuknya makanan impor yang bisa membahayakan. Misalnya, dari residu insektisida yang efeknya baru terasa di jangka panjang, atau raskin dibeberapa tempat yang sangat buruk, busuk, bahkan berulat. Ini semua mesti ditangani dengan cara yang khusus, dan detil. Jadi mau tidak mau, undang-undang nomor 7 tahun 1996 tersebut mesti direvisi,” ujar Siswono.
Sementara itu Firman Subagyo, Wakil Ketua Komisi IV DPR-RI dari Fraksi Partai Golkar, lebih menyayangkan soal besarna peranan investor asing dalam pengelolaan pangan di Indonesia. Pemerintah dinilai terlalu bergantung pada pihak asinng. “Bukan hanya pertambangan dan hutan saja yang dikuasai perusahaan asing, pangan pun mau diserahkan ke asing,” ucap Firman. Jadi, sudah semestinya undang-undang tersebut direvisi demi mengarahkan pangan kita tkepada kemandirian, bukan malah serba ketergantungan.


Sumber :Koran Sindo,Selasa 1 April 2013 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar